Petugas Paskibraka Diduga Dilarang Pakai Jilbab, Ketua MUI Sebut tak Pancasilais
JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Purna Paskibraka Indonesia (PPI) menyoroti dugaan adanya larangan penggunaan jilbab bagi anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Muslimah tahun ini.
Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH M Cholil Nafis, dengan tegas menyatakan bahwa kebijakan tersebut bertentangan dengan prinsip kebebasan beragama yang dijamin oleh Pancasila.
“Ini tidak pancasilais. Bagaimanapun, Sila Ketuhanan yang Maha Esa menjamin hak melaksanakan ajaran agama,” ujar Cholil melalui akun X resminya.
MUI pun mendesak agar larangan berjilbab bagi Paskibraka segera dicabut.
“Cabut arahan larangan berjilbab bagi Paskibraka,” tegas Cholil.
Ia juga menyarankan agar peserta Muslimah yang tidak diberi kebebasan untuk berjilbab sebaiknya memilih untuk mundur.
“Atau pulang saja adik-adik yang berjilbab jika dipaksa harus membuka jilbabnya,” tambahnya.
Dari perspektif PPI, Wakil Sekretaris Jenderal PPI Pusat, Irwan Indra, juga menyuarakan keprihatinannya. Irwan yang pernah menjadi anggota Paskibraka pada tahun 2001 mengungkapkan bahwa sejak awal 2000-an, jilbab sudah diizinkan, terutama di tingkat daerah dan nasional.
“Saat itu sudah dibolehkan berjilbab di daerah. Di nasional sudah sejak 2002. Dulu zaman Orde Baru memang tak boleh,” ujarnya seperti dikutip dari Republika.co.id.
Sebagai pembina Paskibraka sejak 2016, Irwan menegaskan bahwa penghargaan terhadap keyakinan setiap anggota sudah menjadi perhatian utama.
“Kita sudah mulai melakukan penjagaan terhadap adik-adik dari hal-hal yang bertentangan dengan keyakinan mereka,” kata Irwan.
Ia menyebutkan bahwa kebijakan ini sebelumnya didukung dengan peraturan seperti pemanjangan rok dan penggunaan legging bagi Paskibraka Muslimah.
Irwan dan rekan-rekannya di PPI terkejut saat mendapati tidak ada satu pun anggota Paskibraka putri yang mengenakan jilbab pada 13 Agustus lalu.
“Kita kaget, koq ada yang berubah karena selama ini fine-fine saja soal keyakinan yang pake atau lepas jilbab,” ujarnya.
Penyelidikan lebih lanjut oleh PPI menemukan bahwa 18 dari 38 provinsi mengirimkan peserta Muslimah berjilbab ke pusat.
“Kita cek ke semua PPI di provinsi. Apakah benar tidak pakai jilbab? Mereka ramai bersuara, 18 provinsi pakai jilbab,” kata Irwan.
Ia menduga bahwa lepasnya jilbab oleh sebagian anggota Paskibraka terjadi karena adanya tekanan, yang tentunya bertentangan dengan nilai-nilai kebebasan beragama yang seharusnya dihormati. (NARS)