Penataan pusat kota kuningan ibarat menyusun puzzle yang rumit sehingga harus hati-hati sehingga menghasilkan frame yang utuh dan terkoneksi dari berbagai puzzle tersebut.
Puspa (Pujasera dan Parkir) Siliwangi (ex SD 17), area Pertokoan Siliwangi, Puspa Langlangbuana, Masjid Syiarul Islam, Area parkir depan Toserba Terbit, Puspa Taman Kota, dan sekitarnya merupakan puzzle dari area pusat kota yang harus terkoneksi dengan baik.
Di area tersebut terdapat komunitas Pedagang Kaki Lima (PKL), Pedagang dan Pengusaha di area pertokoan Siliwangi, Angkutan Kota, delman tunggang dan delman hias, jemaah Masjid Syiarul Islam dan komunitas lainnya sebagai bagian puzzle pusat kota Kuningan.
Puzzle area perkotaan dan puzzle komunitas tentunya memiliki karakteristik dan kepentingan yang berbeda. Hal inilah yang harus dilakukan kajian teknis agar penyusunan puzzle memberikan dampak yang baik untuk semua pihak.
Menata kota memerlukan waktu yang panjang, karena selain merubah tata kota, rekayasa lalulintas, penyediaan fasilitas umum dan lain-lain, juga terkait dengan pola pikir dan budaya masyarakat.
Sebuah studi yang dilakukan peneliti di Stanford University mengungkapkan bahwa Indonesia merupakan negara *paling malas* berjalan kaki di seluruh dunia.
Studi tersebut menyebut bahwa rata-rata orang Indonesia berjalan kaki hanya 3.513 langkah per hari. Hal ini bisa dilihat juga pada laman Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), menunjukkan bahwa Indonesia menempati *peringkat pertama* sebagai negara dengan penduduk yang paling malas jalan kaki.
Sangat jauh apabila dibandingkan dengan warga Tiongkok yang sehari berjalan dengan rata-rata 6189 langkah. Hal ini berdampak pada kesehatan masyarakat Indonesia, terutama kaitannya dengan *obesitas*.
Penelitian yang sama, mengungkap hubungan antara kurangnya aktivitas jalan kaki dan tingginya angka obesitas di suatu negara. Indonesia juga dinyatakan menempati peringkat ke-17 sebagai negara dengan penduduk yang mengalami obesitas terbanyak di dunia.
Jurnal Ilmiah dari Muhammad Ragialdy Janitra, seorang Mahasiswa jurusan Rancang Kota, Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) Institut Teknologi Bandung (ITB) asal Kuningan Tahun 2018 dengan judul “Prinsip dan Konsep Perancangan Koridor Jalan Siliwangi Kabupaten Kuningan” menjadi salah satu acuan pemerintah daerah dalam penataan pusat kota Kuningan.
Dalam penelitian tersebut terdapat kajian arus lalulintas, aktivitas bisnis, kebutuhan pejalan kaki, dan fasilitas umum lainnya yang dibutuhkan.
Penataan kota yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Kuningan didasarkan pada kebijakan untuk kesejahteraan masyarakat (_social welfare_), dimana aset Pemda digunakan untuk kepentingan masyarakat banyak daripada kepentingan investasi lainnya.
Mengutip statement Pj. Bupati Kuningan dan Sekretaris Daerah, kebijakan ini untuk memuliakan rekan-rekan pedagang untuk bisa tenang melakukan aktivitas ekonomi dan diakui legalitasnya oleh pemerintah.
Kebijakan ini dikaji, disusun, dan diimplementasikan melalui Tim Terpadu (Sekretaris Daerah, Asisten, Kepala Bagian Lingkup Setda, Diskopdagperin, Dishub, Satpol PP, DLH, DPUTR, BPKAD, Diskominfo, Camat dan Lurah setempat, dan seluruh unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah – Forkopimda, serta unsur akademisi) meliputi melakukan relokasi terhadap 364 PKL sekaligus kantung parkir ke tiga Puspa yaitu Puspa Siliwangi 196 PKL, Puspa Langlangbuana 59 PKL, dan Puspa Taman Kota sebanyak 109 PKL yang ditempatkan di lantai atas food court.
Untuk PKL yang direlokasi sesuai dengan data yang terdaftar di paguyuban setiap area dan sudah ditetapkan dengan surat keputusan Bupati melalui Dinas terkait.
Selain itu juga Pemda menerapkan kebijakan mengalihkan lalulintas dari area pertokoan Siliwangi ke Jalan Langlang Buana dan Jalan Syeh Maulana Akbar.
Selanjutnya menerapkan kebijakan pengalihan rute delman hias serta mengalihkan pangkalan delman hias dari seputaran Masjid Syiarul Islam ke lokasi baru disamping Gedung Juang.
Tujuan relokasi tentunya untuk menata kawasan perkotaan agar lebih tertib dan teratur serta menciptakan kawasan perekonomian baru.
Tujuan penutupan jalan di area pertokoan Siliwangi untuk cipta kondisi agar PKL bisa bertahan di lokasi yang baru, dan membuka akses proses loading barang dan angkutan yang dibutuhkan para pemilik area pertokoan Siliwangi dengan buka tutup barier.
Sedangkan untuk menuju pertokoan bisa diakses pengunjung bisa dari Puspa Langlangbuana dan dari Pasar Siliwangi Barat. Selain tujuan antara tersebut, penutupan Jalan Siliwangi bertujuan untuk memberikan ruang bagi pejalan kaki dan ruang publik, serta kedepan rekayasa lalulintas pusat kota bisa lebih fleksibel dimana Jalan Siliwangi bisa dibuka dan ditutup sesuai kebutuhan dan masyarakat pengguna jalan sudah paham opsi rekayasa lalulintas yang bisa diterapkan di pusat kota.
Misalkan seperti saat Nobar Timnas, maka jalan Siliwangi bisa dilakukan penutupan dan pengguna jalan sudah paham rekayasa lalulintas yang harus diikuti.
Untuk tujuan tersebut, sepanjang area pertokoan Siliwangi sudah dilengkapi dengan lampu penerangan jalan umum, lampu hias tematik, tempat duduk sepanjang pertokoan, kursi estetik di setiap pojok, asesoris fasilitas umum, dan penyediaan koneksi internet gratis.
Untuk pemindahan terminal delman hias bertujuan agar aktivitas peribadahan di Masjid Syiarul Islam lebih lancar dan lebih tertib tanpa terhalang oleh parkir delman hias, juga bertujuan agar kotoran kuda yang tercecer saat delman hias “ngetem” dapat segera dibersihkan karena di lokasi yang baru sudah disiapkan sarana untuk pembersihan kotoran kuda sekaligus saluran pembuangannya.
Selama penerapan kebijakan tersebut, Pemerintah daerah bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) melakukan evaluasi berkala. Hasil yang sangat dirasa diantaranya:
1) pusat kota menjadi tertib,
2)seputaran Masjid Syiarul Islam lebih bersih dan asri,
3) tumbuhnya komunitas ekonomi baru,
4) menurunnya pungutan liar, dan
5) peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) terutama dari sektor parkir.
Ada target jangka panjang terkait kebijakan penataan pusat kota ini diantaranya:
1) menjadikan Kuningan kota wisata yang bersih dan tertib dengan destinasi kuliner 24 jam;
2) menumbuhkan kreatifitas seni budaya dan ekonomi kreatif di masing-masing Puspa karena di setiap Puspa disediakan fasilitas pentas seni budaya;
3) menjadikan pusat transaksi digital;
4) menjadikan pusat pengolahan sampah dari limbah penjualan menjadi pupuk organik dan sampah daur ulang,
5) pemberdayaan anak jalanan (anak punk) untuk dapat diberdayakan sesuai minat dan bakatnya.
Di sisi lain hasil evaluasi Tim terdapat 2 dampak signifikan yang perlu dilakukan penyesuaian implementasinya yaitu:
*Pertama* permintaan pembukaan jalan dari pemilik pertokoan siliwangi karena dianggap menurunkan kunjungan konsumen, dan *Kedua* masih adanya PKL sekitar taman kota yang belum terelokasi ke lokasi yang baru karena keterbatasan ruang di area relokasi.
Terhadap 2 dampak tersebut, Pemerintah Daerah sedang mengambil langkah alternatif lanjutan yaitu:
1. Untuk permintaan pembukaan jalan dari pemilik pertokoan Siliwangi akan dilakukan pembukaan arus lalu lintas dengan pembatasan hanya kendaraan pribadi yang melintas, penyediaan jalur loading barang kiri kanan jalan untuk proses loading pertokoan Siliwangi. Selain itu terus dilakukan penambahan dan pembangunan fasilitas-fasilitas umum yang dibutuhkan sepanjang area pertokoan.
2. Untuk sisa PKL yang belum terelokasi sedang disiapkan penambahan area lapak PKL di Puspa Langlangbuana dan alih fungsi Pasar Rakyat Langlangbuana yg belum optimal digunakan oleh pedagang untuk berjual beli.
Proses penataan sedang dilakukan agar lokasi yang baru layak digunakan. Proses lain yang sedang ditempuh adalah pendataan sasaran PKL yang akan direlokasi agar terpenuhi asas keadilan dimana satu orang atau satu keluarga hanya memiliki satu lapak untuk pemerataan.
Dan tantangan berikutnya adalah memastikan bahwa area publik yang menurut peraturan perundang-undangan tidak diperbolehkan digunakan untuk berjualan atau aktivitas lainnya.
3. Melakukan kampanye budaya jalan kaki agar pola pikir dan budaya ingin mencapai tujuan secara langsung dapat dirubah.
*Terakhir*, implemantasi kebijakan tentunya membutuhkan waktu yang tidak sebentar karena selain proses pembangunan infrastruktur, juga merubah pola pikir dan budaya yang selama ini sudah turun temurun dilakukan.
Kebijakan juga pasti tidak akan memberikan kepuasan bagi semua pihak, tetapi kebijakan idealnya tidak kaku dan dapat dievaluasi setiap saat untuk mampu memberikan dampak positif sesuai yang ditargetkan. *Roma tidak dibangun dalam satu malam*.
Penulis:Deden Kurniawan S, Aks, SE, M.Si, CFrA, QRMP
Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Kabupaten Kuningan