KUNINGAN – Indonesian Politics Research and Consulting (IPRC) menggelar diskusi publik bertajuk “Isu-Isu Mutakhir dan Efek Birokrasi Jelang Pilkada Kabupaten Kuningan 2024” pada Selasa, 25 Juni 2024, di Domo Coffee and Space, Kabupaten Kuningan.
Diskusi ini menghadirkan tiga narasumber utama, yaitu Suwari Akhmaddhian, Dekan Fakultas Ilmu Hukum Universitas Kuningan; Firman, Ketua Bawaslu Kabupaten Kuningan; dan Fahmy Iss Wahyudy, Peneliti Senior IPRC sekaligus Dosen FISIP Universitas Pasundan.
Direktur IPRC, Indra Purnama, mengatakan, diskusi ini diadakan sebagai respons terhadap kekhawatiran maraknya politisasi birokrasi dalam pemilihan kepala daerah.
“Berdasarkan data dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), tercatat 2.034 laporan pelanggaran netralitas ASN pasca-Pilkada Serentak 2020, dengan 1.596 ASN terbukti melanggar netralitas dan layak dijatuhi sanksi,” paparnya.
Masih kata Indra, Pilkada 2024 juga menampilkan fenomena baru, di mana beberapa birokrat daerah mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah tanpa mengundurkan diri dari jabatan mereka sebagai ASN.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara, Pasal 56, imbuhnya, mengatur bahwa pejabat tinggi yang akan mencalonkan diri harus mengundurkan diri secara tertulis sejak ditetapkan sebagai calon.
“Namun, banyak calon kepala daerah dari kalangan birokrasi telah melalui proses penjaringan tanpa pengunduran diri, yang berpotensi menyalahgunakan fasilitas negara,” tandas Indra.
Peneliti IPRC, Fahmy Iss Wahyudy menyoroti bahwa pelanggaran netralitas dan profesionalisme ASN juga terjadi dalam Pemilu Legislatif dan Presiden 2024.
“Menjelang Pilkada 2024, ada kecenderungan ASN berniat mencalonkan diri sebagai kepala daerah tanpa diiringi pengunduran diri,” ungkapnya.
Fahmy Iss Wahyudy menambahkan bahwa dalam situasi aturan yang abu-abu ini, ada potensi penyalahgunaan wewenang dan fasilitas negara oleh ASN yang mencalonkan diri.
“Peran media sebagai pilar demokrasi kelima serta partisipasi aktif masyarakat sangat diperlukan dalam mengawasi dan melaporkan dugaan pelanggaran ASN,” katanya.
Sementara, Dekan Fakultas Hukum Uniku, Prof. Suwari Akhmaddhian menambahkan bahwa aturan saat ini hanya mengharuskan ASN mundur setelah ditetapkan sebagai calon kepala daerah.
“Surat edaran dari Kemendagri hanya menyebutkan penjabat kepala daerah yang harus cuti 40 hari sebelum pendaftaran calon, bukan ASN secara keseluruhan. Ini menciptakan ketidakjelasan aturan,” jelasnya.
Menurutnya, etika menjadi pegangan dalam situasi ini.Di tempat sama, Ketua Bawaslu Kabupaten Kuningan, Firman, menyatakan bahwa Bawaslu memiliki peran untuk melaporkan dugaan pelanggaran ASN ke KASN atau Kemendagri.
“Bawaslu akan menindaklanjuti dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh ASN,” tegas Firman.
Sejumlah awak media yang hadir pada diskusi ini menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap profesionalisme dan netralitas ASN dalam Pilkada 2024. (NARS)