KUNINGAN – Mutasi sejumlah pejabat eselon 2 di Kabupaten Kuningan kembali ramai. Kabarnya, Bupati Kuningan akan melakukan mutasi “Jilid 2” untuk sejumlah pejabat eselon 2 dalam beberapa hari kedepan.
Kepala Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Kuningan, Dr. Elon Carlan, M.Pd.I., dikabarkan akan terkena mutasi Jilid 2 ini ke posisi Staf Ahli Bupati.

Jika hal ini dilakukan Bupati Kuningan, sejumlah pihak memandangnya sebagai kebijakan yang mencederai prinsip meritokrasi dalam tata kelola pemerintahan. Langkah tersebut dinilai mengabaikan rekam jejak kinerja dan kompetensi luar biasa yang telah ditunjukkan oleh pejabat bersangkutan.
- Balai TNGC Tutup Jalur Pendakian Linggajati Gunung Ciremai Hingga 6 November 2025
- Dukung Bersyarat Raperda BPR, F-Amanat Restorasi Minta Data Kredit Macet dan Tolak Privatisasi Terselubung
- F-Gerindra Minta Pemkab Kawal Perubahan BPR Jadi Perseroda dengan Tata Kelola yang Baik
- Raperda BPR Jadi Perseroda, Fraksi PKB Khawatir Rawan Politisasi dan Abaikan Pelayanan Publik
- Seorang Karyawati Swasta di Kuningan Jadi Tersangka Kasus Sabu
Kritik tajam ini disampaikan oleh Ketua LSM Frontal, Uha Juhana, yang menegaskan bahwa jika mutasi ini tetap dilakukan, Bupati Kuningan dapat dianggap tidak memandang sistem merit sebagai landasan utama dalam penataan sumber daya manusia aparatur.
“Keputusan untuk menggeser pejabat berprestasi seperti Dr. Elon Carlan ke posisi yang secara fungsional lebih pasif adalah sinyal yang sangat buruk bagi birokrasi. Ini adalah preseden di mana capaian kerja nyata dan dedikasi tampaknya tidak menjadi pertimbangan utama,” ujar Uha Juhana di Kuningan, Jumat (11/7/2025).
Menurut Uha, prinsip meritokrasi, yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, secara eksplisit mengatur bahwa penempatan jabatan harus didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar. Namun, rencana mutasi Elon Carlan justru bertolak belakang dengan semangat tersebut.
Figur Elon, yang meniti karier dari bawah dengan segala keterbatasan fisik hingga meraih gelar doktor dan menunjukkan kinerja visioner, seharusnya menjadi aset yang dipertahankan di posisi strategis. Prestasinya dalam menggagas delapan Sekolah Luar Biasa (SLB), memberdayakan ekonomi kelompok disabilitas, hingga melahirkan program pariwisata kreatif berbasis komunitas adalah bukti nyata kompetensinya.
“Jika seorang pejabat dengan rekam jejak sejelas ini digeser tanpa adanya evaluasi yang transparan, maka publik akan bertanya, apa gunanya prestasi? Ini dapat menciptakan trauma dan demotivasi bagi ASN lain yang sedang bekerja keras meniti jalur profesionalisme. Mutasi ini lebih terlihat sebagai instrumen politis ketimbang bagian dari pembinaan karier,” tegas Uha.
Uha menambahkan, menempatkan Elon Carlan sebagai Staf Ahli akan membatasi kemampuannya untuk mengeksekusi program-program pemberdayaan yang selama ini menjadi kekuatannya. Posisi tersebut tidak memungkinkan adanya intervensi langsung di lapangan, sehingga mematikan potensi seorang pemimpin yang terbukti mampu membawa perubahan.
“Kami mendesak Bupati Kuningan untuk mempertimbangkan kembali keputusan ini secara serius. Ini bukan hanya tentang nasib seorang individu, tetapi tentang masa depan birokrasi di Kuningan. Apakah akan dibangun di atas fondasi kinerja dan profesionalisme, atau justru tunduk pada kepentingan sesaat yang mengorbankan meritokrasi,” sebut Uha. (Nars)










