KUNINGAN – Anggota Komisi 4 DPRD Kabupaten Kuningan, Rosalina Deviyanti, menanggapi serius dugaan kasus keracunan makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menimpa puluhan pelajar SMPN Cilimus, Kabupaten Kuningan beberapa hari lalu.
Ia menyatakan keprihatinannya dan mendesak adanya evaluasi menyeluruh terhadap standar kebersihan dan proses pengolahan makanan di fasilitas tersebut.
- Video Penampakan Macan Tutul Hitam Disebut-sebut Terjadi di Kecamatan Hantara, BKSDA Pastikan Bukan di Kuningan
- Heboh Video Penampakan Macan Tutul Hitam, Dikaitkan Teror Hewan Ternak di Kuningan
- APBD Kuningan ‘Sakit’, PKS Usul Serahkan Manajemen RSUD Linggajati ke Pemprov Jabar
- Tempuh 33 Km dengan Berlari dari Rumah ke Kantor, Camat Subang Ajak Selamatkan Hutan dari Kerusakan Parah
- Warga Karangkamulyan Sulap Ratusan Meter Jalan Desa Jadi Lorong Merah Putih yang Syahdu
Rosalina Deviyanti menyayangkan insiden yang menimpa kurang lebih 20 pelajar tersebut. Menurutnya, hal ini bisa dicegah jika pihak pengelola dapur menerapkan prosedur yang lebih ketat, mulai dari penentuan menu, takaran gizi, hingga waktu memasak.
“Sangat disayangkan, karena ini bisa menyangkut nyawa. Seharusnya ada standar yang jelas, mulai dari menunya apa, bahan-bahannya segar atau tidak, dan apakah dimasak langsung atau disiapkan jauh hari sebelumnya. Ini juga harus menjadi perhatian karena berkaitan dengan uang negara, bukan uang pribadi,” tegasnya.
Ia juga mempertanyakan peran ahli gizi yang seharusnya bertanggung jawab dalam memastikan kualitas makanan dalam program MBG ini. Menurut Rosalina, kelalaian dalam menjaga kesterilan makanan tidak bisa dibenarkan, apalagi jika korbannya adalah anak-anak.
Menanggapi insiden ini, pihaknya berencana untuk berkoordinasi dengan anggota DPRD lainnya di Komisi 4 untuk melakukan peninjauan. Hal ini dilakukan untuk mengevaluasi kesterilan masakan dan alat-alat dapur, serta memastikan proses pengolahan makanan berjalan sesuai standar.
Dirinya juga mengkritik mentalitas “asal-asalan” dalam mengelola dapur berskala besar. Ia menegaskan, jika sudah mengambil tanggung jawab untuk melayani banyak orang, berarti harus siap dengan segala konsekuensinya, termasuk memastikan kualitas dan kebersihan makanan.
“Jika memang siap mengelola dapur besar seperti itu, konsekuensinya harus siap capek dan lelah. Jangan ada alasan karena menunya banyak atau siswanya banyak, sehingga prosesnya jadi asal-asalan. Kesterilan makanan dan alat-alatnya harus benar-benar diperhitungkan dan diperhatikan,” pungkasnya. (Nars)