KUNINGAN – Ketua LSM Frontal, Uha Juhana, angkat bicara terkait temuan mengejutkan dalam inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan Bupati Kuningan, Dian Rachmat Yanuar, di Puskesmas Darma pada Rabu (12/3/2025). Ia menilai, kasus ini bukan sekadar pelanggaran disiplin ASN, tetapi sudah mengarah pada dugaan tindak pidana korupsi yang harus segera diusut oleh aparat penegak hukum.
“Kasus ini bukan hanya soal bolos kerja berjamaah, tapi ada indikasi kuat adanya praktik korupsi yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Kami mendesak Kejaksaan Negeri Kuningan segera bertindak dengan melakukan audit menyeluruh terhadap pengelolaan dana Kapitasi JKN dan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) di seluruh Puskesmas se-Kabupaten Kuningan,” tegas Uha Juhana, Senin (17/3/2025).
- BP Taskin RI Luncurkan Pilot Program Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Kuningan
- Agenda Kepala BP Taskin RI Budiman Sudjatmiko ke Kabupaten Kuningan, Trigger Turunkan Angka Kemiskinan?
- Wow! Anggaran Pengadaan Layar Interaktif DPRD Kuningan Capai Rp3,2 Miliar, Lebih Besar dari Mobil Dinas
- Diskanak Kuningan Imbau Peternak Waspada, Dugaan Serangan Macan Terhadap Ternak Masih Diselidiki
- Kabar Baik! Wanita Hamil 6 Bulan yang Hilang di Desa Linggajati Ditemukan
Menurutnya, sidak Bupati yang menemukan Kepala Puskesmas Darma, Saepudin, beserta sejumlah staf mangkir saat jam kerja, hanyalah puncak dari gunung es. Fakta yang lebih mengkhawatirkan adalah dugaan praktik pungutan liar (pungli) dan pemotongan dana kesehatan yang telah berlangsung bertahun-tahun.
”Dari informasi yang kami himpun, setiap Puskesmas di Kuningan diwajibkan menyetor Rp5 juta setiap kali pencairan dana Kapitasi dan BOK. Jika ini dikalkulasikan dengan jumlah Puskesmas yang ada, dalam lima tahun terakhir saja nilainya bisa mencapai Rp11 miliar. Ini angka yang fantastis dan harus diusut tuntas,” ujarnya.
Lebih lanjut, Uha Juhana menyoroti peran Kepala Dinas Kesehatan Kuningan, Susi Lusyanti, yang diduga mengetahui bahkan mengendalikan skema pungli tersebut. ”Bagaimana mungkin pungutan sebesar itu dilakukan tanpa sepengetahuan Kepala Dinas Kesehatan? Informasi yang kami peroleh menyebutkan bahwa Susi Lusyanti adalah aktor intelektual di balik praktik ini. Dia diduga memerintahkan Kepala Puskesmas Darma, Saepudin, untuk menjadi pengepul dana pungli dari seluruh Puskesmas,” katanya.
Tak hanya itu, nama Kepala Puskesmas Lamepayung, Sri Widawati, juga disebut-sebut sebagai bendahara dalam jaringan pungli tersebut. Uha Juhana menegaskan, praktik ini telah berlangsung sejak 2020 dan kemungkinan besar melibatkan lebih banyak pihak.
”Ini bukan sekadar pelanggaran etika, tapi sudah masuk ke ranah hukum. Jika aparat penegak hukum serius, bukan tidak mungkin KPK turun tangan dan melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kabupaten Kuningan,” tegasnya.
Uha Juhana juga menyoroti besarnya anggaran yang dialokasikan untuk sektor kesehatan di Kabupaten Kuningan. Tahun 2024 saja, dana Kapitasi FKTP JKN mencapai Rp43,1 miliar, sedangkan anggaran BOK Puskesmas sebesar Rp31,9 miliar.
”Dana sebesar itu seharusnya digunakan untuk meningkatkan layanan kesehatan, bukan untuk bancakan oknum pejabat. Kami mendesak Kejaksaan Negeri Kuningan segera melakukan audit keuangan dan memanggil seluruh pejabat yang terlibat. Jangan sampai kasus ini dibiarkan menguap begitu saja,” ujar Uha.
Sebagai langkah hukum, LSM Frontal meminta Kejari Kuningan menggunakan: 1. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terutama Pasal 12B Ayat (1) dan (2) terkait gratifikasi dan suap.
2. UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk menjerat pihak yang menerima keuntungan dari hasil korupsi.
“Jika benar dugaan ini, maka ini adalah skandal terbesar dalam dunia kesehatan di Kuningan. Kami tidak akan tinggal diam dan akan terus mengawal kasus ini sampai tuntas,” pungkasnya. (Nars)