Home / Pemerintahan / ‎Pencabutan Moratorium Perumahan Dikecam, Jargon ‘Kuningan Kabupaten Konservasi’ Dipertanyakan

‎Pencabutan Moratorium Perumahan Dikecam, Jargon ‘Kuningan Kabupaten Konservasi’ Dipertanyakan


KUNINGAN – Kebijakan Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Kuningan mencabut moratorium pembangunan perumahan di kawasan perkotaan menuai kecaman keras. Langkah ini dinilai ironis dan bertentangan dengan jargon “Kabupaten Konservasi” yang selama ini dibanggakan.

‎LSM Gerakan Masyarakat Jawa Barat Hejo (GEMA JABAR HEJO) DPD Kuningan mendesak Pemda untuk tidak mengorbankan lingkungan dan masyarakat hanya demi mengejar target investasi.

‎Kritik ini difokuskan pada kembali dibukanya izin pembangunan perumahan di dua kecamatan padat, yakni Kecamatan Kuningan dan Kecamatan Cigugur, yang sebelumnya ditangguhkan.

‎Ketua DPD Gema Jabar Hejo Kuningan, Ali M Nur, mengingatkan bahwa status “Kabupaten Konservasi” seharusnya menjadi landasan utama dalam setiap pengambilan kebijakan tata ruang, bukan sekadar slogan.


‎”Kami sangat menyayangkan keputusan ini. Jargon Kabupaten Konservasi itu jangan hanya jadi pemanis,” ujar Ali M Nur. “Jangan sampai dengan dalih mengejar investasi untuk menyehatkan fiskal daerah, justru lingkungan dan masyarakat yang pada akhirnya jadi korban.”


‎‎Gema Jabar Hejo menyoroti setidaknya dua dampak krusial yang sudah mulai dirasakan warga akibat pembangunan perumahan masif di kawasan tersebut, yang kini terancam semakin parah.

‎Ali menegaskan bahwa pencabutan moratorium ini mengabaikan bencana ekologis yang sudah di depan mata. Ia menunjuk kawasan Cijoho sebagai salah satu bukti nyata dampak buruk alih fungsi lahan yang tidak terkendali.


‎‎”Soal banjir, instansi terkait juga kami dengar sudah menerangkan bahwa salah satu penyebab banyaknya air di Cijoho adalah limpasan (air) dari perumahan-perumahan tersebut,” tegasnya.

‎Ali mengkhawatirkan kondisi ini akan semakin meluas dan parah jika keran izin kembali dibuka, terutama dengan adanya rencana pembangunan perumahan Tahap IV di kawasan yang sama.

‎”Itu baru dampak dari yang sudah ada. Apa jadinya nanti jika pembangunan Tahap IV dibiarkan berjalan? Risiko banjir di kawasan perkotaan akan semakin tinggi,” tambahnya.



‎Selain ancaman banjir, Gema Jabar Hejo juga menyoroti ancaman krisis air bersih akibat eksploitasi air tanah yang tidak terkendali. Menurut Ali, hampir semua perumahan baru melakukan pengeboran sumur dalam (sumur bor) untuk memenuhi kebutuhan air di klaster mereka.

‎”Sekarang terjadi pengeboran sumur besar-besaran di tiap perumahan. Termasuk di Perumahan yang ada di Cigintung, Purwawinangun, Babakanreuma, Kedungarum, Gereba dan lainnya, ” ungkapnya.

‎Praktik ini, menurutnya, akan berdampak langsung pada ketersediaan air tanah bagi warga sekitar di masa depan, terutama saat musim kemarau.

‎Saat ini saja, kata Ali, banyak warga sekitar perumahan tersebut mengeluhkan kekurangan air bersih dari sumur mereka. Apalagi jika jumlah unit perumahan ini ditambah dengan dibukanya kembali ijin membangun perumahan.

‎”Kami mendesak Pemkab Kuningan meninjau ulang keputusan ini. Lakukan audit lingkungan yang jujur dan transparan. Komitmen sebagai Kabupaten Konservasi harus dibuktikan dengan melindungi zona-zona resapan air yang tersisa di perkotaan, bukan malah membukanya untuk permukiman baru,” ketusnya. (Nars)

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *