Home / Pemerintahan / ‎Cegah Keracunan Terulang, Dinkes Kuningan Percepat Sertifikasi Higiene Penjamah Makanan‎‎

‎Cegah Keracunan Terulang, Dinkes Kuningan Percepat Sertifikasi Higiene Penjamah Makanan‎‎

KUNINGAN – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kuningan mengambil langkah tegas untuk menjamin keamanan pangan di tengah maraknya program penyediaan makanan massal. Menyusul sejumlah insiden keracunan yang terjadi, Dinkes kini memberikan pembekalan dan mempercepat proses sertifikasi bagi para penjamah makanan.‎‎

PLT Sekretaris Dinas Kesehatan Kuningan, dr. Denny Mustafa, menyatakan bahwa pembekalan ini menjadi sangat krusial mengingat tingginya angka kasus keracunan pangan, baik di tingkat nasional maupun lokal.‎‎

“Pembekalan ini sangat perlu, terkait dengan beberapa kejadian keracunan yang sudah terjadi baik di Kuningan maupun tempat lain di Indonesia,” ujar dr. Denny.

Ia menyebut, meski angka di Kuningan masih di bawah 300 kasus, secara nasional korbannya mencapai di atas 5.000 jiwa.‎‎

Menurutnya, pelatihan ini bertujuan untuk men-standarisasi proses pengolahan makanan yang dilakukan oleh para penyedia, yang kemungkinan besar terkait dengan program Makan Bergizi Gratis (MBG).‎‎

“Pelatihan penjamah makanan ini menjadi standar. Kalau tanpa distandarisasi, tentunya mereka punya cara sendiri-sendiri,” jelasnya.

Dengan standardisasi, lanjutnya, semua penjamah makanan akan memiliki pemahaman yang sama mengenai higienitas dan sanitasi, mulai dari mengelola bahan kering, basah, hingga proses penyimpanan makanan.

‎‎Pelatihan ini, kata dr. Denny, merupakan syarat mutlak bagi para Satuan Pelaksana Penjamah Pangan (SPPG) untuk mendapatkan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).

‎‎Menjawab tuntutan percepatan program, dr. Denny menegaskan bahwa proses pengurusan SLHS kini telah disederhanakan. “Betul, (prosesnya) dipermudah dan dipercepat,” katanya.

Hal ini dilakukan untuk memenuhi target pemerintah pusat agar seluruh SPPG sudah mengantongi SLHS sebelum akhir Oktober 2025.

‎‎Saat disinggung mengenai pemenuhan gizi seperti protein ikan yang jarang terlihat, dr. Denny menjelaskan bahwa hal itu merupakan ranah ahli gizi. Namun, ia mengakui adanya tantangan praktis di lapangan terkait kearifan lokal dan ketersediaan bahan baku dalam jumlah besar.

‎‎”Seperti tadi disampaikan, ikan, itu kan juga tidak semua tersedia. Kalau (kebutuhan) cuman 200-300 (porsi) mungkin mudah, tapi kalau ukuran 3.000-4.000 itu lain perkara,” ungkapnya.‎‎

Meskipun terjadi sejumlah kasus, dr. Denny memastikan bahwa Kabupaten Kuningan saat ini belum berstatus Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan. “Belum sih. KLB itu dinyatakan oleh seorang kepala daerah. Karena itu terkait dengan semua aspek, termasuk penganggaran. Kalau KLB, berarti pemerintah daerah harus bertanggung jawab terhadap penganggaran pelaksanaannya,” ujarnya. (Nars)

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *