KUNINGAN – Suasana panas menyelimuti halaman Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kuningan, Jumat (29/11/2024), saat sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kabupaten Kuningan menggelar aksi unjuk rasa yang ketiga kalinya.
Mereka menuntut lima komisioner KPU Kuningan mundur karena dianggap gagal menjalankan tugasnya dalam penyelenggaraan Pilkada 2024. Massa aksi datang dengan membawa spanduk berisi kritik tajam dan memasangnya di depan plang kantor KPU.
- Khawatirkan Konflik di Manislor Terulang, Gamas: JAI Jangan Membangkang
- LSM Frontal Klarifikasi dan Mohon Maaf kepada Bupati Kuningan Terpilih Dian Rachmat Yanuar
- Satpol PP “Pawang ODGJ” di Kuningan, Yoyon Suryono, Raih Juara 1 ASN Berprestasi Jawa Barat 2024
- Memahami Peran KPU Kuningan dalam Partisipasi Pilkada
- Semakin Viral, Ayunan Raksasa di Kaki Gunung Ciremai Hanya ada di Destinasi Wisata Embun Sangga Langit
Mereka juga menuntut dialog terbuka dengan para komisioner KPU untuk membahas kinerja lembaga tersebut. Namun, hingga lebih dari satu jam menunggu, tidak ada satu pun komisioner yang menemui massa.
Merasa diabaikan, para pengunjuk rasa melakukan aksi pembakaran ban bekas dan replika pocong sebagai simbol matinya demokrasi. Situasi sempat memanas ketika api yang membesar membakar pagar depan kantor KPU dan nyaris menyentuh kabel listrik PLN di sekitarnya.
Aparat kepolisian yang berjaga sempat terlibat negosiasi dengan massa untuk mengendalikan situasi. Selain itu, massa IMM melemparkan tomat dan sayuran busuk ke halaman kantor KPU sebagai bentuk protes atas buruknya kinerja lembaga tersebut.
Ketua PC IMM Kabupaten Kuningan, Rennis Amarullah, dalam orasinya menyebut bahwa KPU Kuningan gagal menjalankan tugas utamanya, terutama dalam meningkatkan partisipasi pemilih.
“Angka golput pada Pilkada kali ini mencapai lebih dari 300 ribu orang. Ini adalah angka terburuk sepanjang sejarah Pilkada di Kabupaten Kuningan,” tegas Rennis.
Ia menambahkan, KPU seharusnya bertanggung jawab atas rendahnya partisipasi ini.”Sosialisasi yang mereka lakukan itu sejauh mana? Apa kerja mereka selama ini?” tanyanya.
Rennis juga mengungkapkan bahwa aksi ini bukan yang pertama dilakukan IMM.
Dalam dua aksi sebelumnya, IMM telah menyoroti berbagai persoalan yang melibatkan KPU Kuningan, mulai dari dugaan kurang transparannya proses rekrutmen penyelenggara di tingkat Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), hingga adanya dugaan kasus asusila yang melibatkan oknum penyelenggara pemilu di bawah naungan KPU.
“Kami tidak hanya mempersoalkan angka golput yang tinggi, tapi juga dugaan pelanggaran moral dan etika yang terjadi. Semua ini menunjukkan bahwa lima komisioner KPU Kuningan tidak becus bekerja. Kalau tidak mampu, sebaiknya mundur saja,” ujar Rennis.
Melalui aksi ini, IMM berharap semua komisioner KPU Kuningan segera melakukan introspeksi dengan mundur secara sukarela. Karena masih banyak SDM penyelenggara pemilu yang lebih mumpuni dan mampu.
“Demokrasi harus dijaga. Kalau lembaga seperti KPU tidak mampu menjalankan tugasnya, lalu kepada siapa lagi masyarakat bisa berharap?” pungkasnya. (NARS)