KUNINGAN – Sebuah video yang memperlihatkan dugaan penyerobotan mata air oleh oknum pengusaha kafe Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, viral di media sosial.Dalam video tersebut terlihat kondisi sebuah mata air dengan sejumlah pipa yang disebut mengalirkan air ke beberapa titik.
“(Untuk) Warga masyarakat paling cuma setengah inchi, dikuasai oleh lima kisah kopi. Untuk Pamsimas paling cuma setengah inchi dari sumber mata air Ki Ninggang, sementara untuk lima kisah kopi sudah jelas (pipanya) 4 inchi, ini bukti,” sebut warga yang memvideokan kondisi mata air itu.
- Doa Hari ke-21 Ramadhan: Mohon Petunjuk dan Perlindungan dari Godaan Setan
- Anggaran Dipangkas 50 Persen, Damkar Kuningan Hanya Layani Kedaruratan Kebakaran
- Jasad Bocah Hanyut di Sungai Cikadongdong Ditemukan pada Hari Keenam Pencarian
- Jadwal Imsak dan Buka Puasa Kuningan Hari ke-20 Ramadhan 2025
- Doa Hari ke-20 Ramadan: Memohon Pintu Surga Terbuka dan Ketenangan Hati
Sementara Ironi krisis air bersih di Desa Linggajati, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan ini pun dibenarkan oleh Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Linggarjati, Jaja.
Ia menyebutkan, krisis ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai pengelolaan sumber daya air di daerah yang seharusnya melimpah.
“Sebanyak 1.382 kepala keluarga mengeluhkan sulitnya mendapatkan air bersih. Warga yang biasanya mengandalkan Mata Air Ki Ninggang atau Cikuda kini harus membeli air untuk kebutuhan sehari-hari,” jelasnya.
Bahkan, Jaja mengungkapkan, kekurangan air ini sudah berlangsung selama tiga tahun, dengan puncaknya terjadi pada akhir tahun 2024, dan hingga kini tetap terjadi.

“Masyarakat sampai beli tangki air untuk memasak dan mencuci, padahal kami berada di wilayah penyangga Gunung Ciremai, yang kaya dengan sumber mata air,” ujar Jaja.
Warga lainnya, Nunu Barna, menambahkan, krisis air ini membuat warga terpaksa mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli air bersih. Harga satu tangki air berkisar antara Rp100.000 hingga Rp150.000, tergantung jarak pengiriman. Bagi warga dengan penghasilan rendah, kondisi ini menjadi beban berat.
“Kami harus beli air setiap minggu. Kalau tidak, ya harus menunggu hujan dan menampung air seadanya,” keluh Nunu Barna, salah seorang warga Dusun II, Desa Linggajati.
Selain untuk kebutuhan rumah tangga, kekeringan ini juga berdampak pada sektor pertanian. Beberapa petani di Linggarjati mengaku hasil panen mereka menurun karena kekurangan pasokan air irigasi.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Desa Linggarjati, Mumuh, mengatakan pihaknya telah berupaya mengajukan bantuan pemerintah daerah dan OPD . Namun, hingga kini belum ada solusi yang konkret.
“Kami sudah mengajukan permohonan untuk pembangunan jaringan air bersih, tapi belum ada realisasi. Kami berharap pemerintah segera turun tangan sebelum keadaan semakin parah,” ujarnya.
Terpisah, Ketua DPRD Kuningan, Nuzul Rachdy yang juga legislator dari Dapil 2 Kuningan, saat dikonfirmasi menyebutkan, kekurangan air di Desa Linggajati dipicu akibat pengelolaan air oleh BUMDES setempat.
Padahal saat pengelolaan air bersih di Desa Linggajati ini tidak dikelola BUMDES, kondisi pemenuhan kebutuhan air bersih di situ normal-normal saja.
“Selama ini di Linggajati tenang-tenang saja, karena (masyarakat) punya sumber air dari kawasan BTNGC. Namun terakhir ini Pemdes setempat membuat kebijakan bahwa BUMDES, (sehingga akses air warga) itu ditutup. Ini kan harusnya tidak seperti itu,” papar Nuzul Rachdy.
Ia menambahkan, pendirian BUMDES silakan saja dilakukan, hanya jangan sampai mengganggu kebutuhan vital masyarakat. (NARS)