Home / Opini / Kasus Bayi Meninggal di RSUD Linggajati, PUI Desak Pemkab Kuningan Lakukan Reformasi Sistem Kesehatan Menyeluruh‎‎

Kasus Bayi Meninggal di RSUD Linggajati, PUI Desak Pemkab Kuningan Lakukan Reformasi Sistem Kesehatan Menyeluruh‎‎

KUNINGAN – Respons cepat Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi terhadap kasus dugaan malapraktik di RSUD Linggajati Kuningan diapresiasi organisasi Persatuan Ummat Islam (PUI). Sekjen PUI mendesak Pemerintah Kabupaten Kuningan untuk tidak hanya berhenti pada penindakan oknum. PUI menuntut pembenahan total sistem pelayanan kesehatan di rumah sakit daerah tersebut, yang dinilai masih jauh dari harapan masyarakat.‎‎

Sekretaris Jenderal DPP PUI, Kana Kurniawan mengapresiasi langkah Gubernur Dedi Mulyadi yang langsung menginstruksikan Bupati Kuningan untuk menindaklanjuti kasus kematian bayi dalam kandungan akibat dugaan keterlambatan penanganan. Kana melihat ini sebagai bentuk nyata kepemimpinan yang berpihak pada rakyat.‎‎

“Saya sangat mengapresiasi respons cepat Gubernur KDM. Ini bentuk kepedulian nyata terhadap rakyat. Tapi ini bukan sekadar soal mencopot pejabat, melainkan soal membenahi sistem yang rusak dari hulunya. Kita butuh perubahan menyeluruh,” ujar Kana dalam keterangan tertulisnya, Selasa (15/7/2025).‎‎

Kana menegaskan bahwa pelayanan rumah sakit pemerintah, khususnya dalam kasus gawat darurat, harus lebih cepat, tanggap, dan sigap, tidak boleh kalah dari rumah sakit swasta. Ia juga menyayangkan kecenderungan pihak rumah sakit untuk berlindung di balik dalih SOP ketika terjadi dugaan kelalaian fatal.‎‎

“Berapa kali kita mendengar alasan, ‘Kami sudah sesuai SOP’? Padahal nyawa sudah hilang. Kalau SOP-nya bikin lambat bertindak, ya ubah. Jangan terus jadi tameng. SOP dibuat untuk melindungi manusia, bukan membatasi nurani,” tegas tokoh muda asal Kuningan ini.‎‎

Menurut Kana, tragedi di RSUD Linggajati adalah bukti nyata bahwa sistem pelayanan belum berpihak sepenuhnya pada keselamatan pasien. Oleh karena itu, ia mendesak reformasi menyeluruh, mulai dari sistem jaga tenaga medis, alur komunikasi antar dokter dan perawat, manajemen penanganan pasien BPJS, hingga pola koordinasi antarunit.‎‎

“Jangan tunggu viral dulu baru bergerak. Rakyat kecil juga manusia. Mereka datang ke rumah sakit untuk ditolong, bukan untuk jadi korban,” katanya, menyoroti perlakuan diskriminatif terhadap pasien BPJS.

“Pasien BPJS tetap membayar iuran. Mereka punya hak yang sama untuk dilayani secara maksimal. Diskriminasi layanan kesehatan adalah bentuk ketidakadilan yang sangat berbahaya,” imbuhnya l.

Sekjen DPP PUI ini berharap peristiwa memilukan ini menjadi titik tolak perubahan fundamental. “Ini saatnya Pemkab Kuningan mengambil langkah besar. Ubah sistem dari akar. Perbaiki kualitas sumber daya manusia. Bangun budaya pelayanan yang beretika. Nyawa rakyat terlalu mahal untuk ditukar dengan birokrasi lamban,” sebut Kana.

Ia menegaskan, kepercayaan masyarakat terhadap rumah sakit pemerintah hanya bisa dipulihkan dengan tindakan nyata dan perbaikan sistematis. Jika tidak, publik akan terus mencari alternatif layanan kesehatan di swasta karena hilangnya kepercayaan pada layanan publik. (Nars)

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *