‎LSM Frontal Soroti Pemborosan APBD Kuningan, Pengadaan Drone Dinilai Tak Prioritas‎‎

Kuningan Pemerintahan

KUNINGAN – Ketua LSM Frontal Kuningan, Uha Juhana, mengkritik tajam penggunaan anggaran daerah oleh Pemerintah Kabupaten Kuningan yang dinilainya belum berpihak pada kebutuhan mendesak masyarakat. Salah satu kebijakan yang disoroti adalah pengadaan drone oleh Bagian Pembangunan Setda Kuningan yang disebut tidak memiliki urgensi jelas.‎‎

Uha menilai, dalam masa kepemimpinan Bupati Dian Rachmat Yanuar dan Wakil Bupati Tuti Andriani yang baru memasuki tiga bulan pasca pelantikan pada 20 Februari 2025, seharusnya fokus utama adalah menjalankan program nyata yang menyentuh langsung kebutuhan rakyat.

Ia mengingatkan bahwa masa 100 hari kerja bukan sekadar seremonial, melainkan momentum menunjukkan aksi nyata.

‎‎“Pengadaan drone ini ibarat pemerintah sedang berperang, padahal rakyatnya sedang kelaparan. Sementara infrastruktur banyak yang rusak, pengangguran terbuka masih tinggi, dan angka kemiskinan ekstrem belum tertangani serius,” ujar Uha dalam keterangan tertulis, Jum’at (9/5/2025).‎‎

Menurutnya, penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) harus efisien dan tepat sasaran, karena sumbernya berasal dari pajak rakyat. Ia menyebut kebijakan pengadaan drone tersebut bahkan tidak melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa secara terbuka, sehingga berpotensi menimbulkan persoalan hukum.

‎‎“APBD itu bukan milik Bupati, Sekda, atau kepala dinas. Itu milik publik, jadi pengelolaannya harus terbuka dan transparan. Jangan ulangi kesalahan masa lalu yang menyebabkan gagal bayar berkepanjangan sejak tahun 2022,” tegasnya.‎‎

Uha juga menyoroti lemahnya fungsi pengawasan DPRD Kuningan yang dianggap seperti “macan ompong”. Menurutnya, jika fungsi pengawasan berjalan optimal, pemborosan anggaran seperti ini bisa dicegah lebih awal.

‎‎Ia merujuk pada Permen PAN-RB Nomor 4 Tahun 2007, bahwa setiap kebijakan publik harus mengedepankan kepentingan masyarakat secara luas. Pemerintah, lanjut Uha, tidak perlu malu untuk mengevaluasi dan merevisi kebijakan jika ternyata tidak berdampak positif.‎‎

“Pemimpin itu bisa dinilai dari kualitas keputusannya. Kalau kebijakan itu mengandung perilaku koruptif, maka harus dievaluasi. Jangan sampai pengambilan keputusan malah menguntungkan pribadi, kelompok, atau korporasi tertentu,” katanya.‎‎

Uha berharap, ke depan tidak ada lagi praktik pengelolaan anggaran yang ceroboh sehingga mengakibatkan kemiskinan ekstrem, stunting, maupun gagal bayar. Ia menegaskan bahwa Kabupaten Kuningan memiliki potensi besar untuk maju dan sejahtera jika tata kelola keuangannya dikelola dengan benar.‎‎

“Sudah saatnya Kuningan berubah. Jangan sampai pejabat daerah membuat kebijakan seperti sedang menembak di atas kuda, serampangan dan tanpa arah,” ujar Uha. (Nars)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *