KUNINGAN – Pemerintah mengeluarkan kebijakan efisiensi belanja dalam pelaksanaan APBN dan APBD 2025. Hal itu tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang berdampak pada industri perhotelan dan restoran di Kabupaten Kuningan. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Kuningan memprediksi adanya penurunan reservasi untuk kegiatan Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE).
“Penurunan reservasi kegiatan tersebut bisa mencapai 40 persen, bahkan mungkin lebih,” ungkap Ketua PHRI Kabupaten Kuningan, Hanyen Tenggono, kepada kuninganreligi.com, Rabu (5/2/2025).
- Doa Hari ke-21 Ramadhan: Mohon Petunjuk dan Perlindungan dari Godaan Setan
- Anggaran Dipangkas 50 Persen, Damkar Kuningan Hanya Layani Kedaruratan Kebakaran
- Jasad Bocah Hanyut di Sungai Cikadongdong Ditemukan pada Hari Keenam Pencarian
- Jadwal Imsak dan Buka Puasa Kuningan Hari ke-20 Ramadhan 2025
- Doa Hari ke-20 Ramadan: Memohon Pintu Surga Terbuka dan Ketenangan Hati
Hanyen mengungkapkan bahwa sejak terbitnya Inpres ini, sejumlah instansi pemerintah akan berfikir dua kali untuk mengadakan agenda mereka. Sejumlah agenda tersebut termasuk rapat, seminar, dan pelatihan yang sebelumnya mereka rutin menggelarnya di hotel dan restoran setempat.
“Sejak Inpres ini keluar, tentu banyak instansi yang langsung membatalkan acara mereka di hotel dan restoran. Ini berdampak langsung pada tingkat hunian hotel dan omset restoran yang biasanya bergantung pada kegiatan MICE,” ujarnya.
Hanyen menjelaskan bahwa penurunan jumlah acara di hotel ini sebenarnya sudah mulai terasa sejak akhir 2024, ketika wacana efisiensi anggaran pemerintah mulai mengemuka. Bahkan kondisi finansial Pemkab Kuningan beberapa tahun ini memang sedang kurang baik, sehingga ketika ada acara pemerintah di hotel selalu mendapat sorotan.
Sebelum pemerintah menerapkan kebijakan ini, imbuhnya, kontribusi dari sektor pemerintahan terhadap kegiatan MICE cukup signifikan. “Sektor perhotelan dan restoran di Kuningan baru saja mulai pulih pascapandemi Covid-19. Namun, dengan adanya kebijakan ini, kondisi kembali sulit,” tambahnya.
Dampak dari kebijakan ini bukan hanya mengurangi pendapatan hotel dan restoran, tetapi juga berpotensi membuat pelaku usaha mengambil langkah efisiensi, termasuk kemungkinan pengurangan tenaga kerja.
“Kami masih berupaya mencari solusi agar tidak sampai merumahkan karyawan. Namun, jika situasi ini terus berlangsung, bukan tidak mungkin kami akan mengambil langkah efisiensi,” ungkap Hanyen.
Selain itu, Hanyen mengingatkan bahwa industri perhotelan dan restoran merupakan salah satu kontributor Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang cukup besar bagi Kabupaten Kuningan. “Jika industri ini terus terpuruk, pemerintah daerah juga harus bersiap kehilangan potensi PAD yang cukup signifikan. Kami berharap ada solusi dari pemerintah pusat agar kebijakan efisiensi ini tidak sepenuhnya mematikan sektor perhotelan dan restoran,” sebutnya.
Di akhir, Hanyen meminta pemerintah mengkaji kembali Inpres Nomor 1 Tahun 2025, terutama menyangkut poin-poin yang bersinggungan dengan sektor pariwisata, hotel dan restoran. “Apalagi untuk Kabupaten Kuningan yang memang sektor andalannya ada di Pariwisata, dimana PAD nya disokong dari sektor ini,” tukasnya.(Nars)