BANDUNG – Dalam Debat Publik Pemilihan Gubernur Jawa Barat, Calon Gubernur (Cagub) nomor urut 4, Dedi Mulyadi (DM), menegaskan pentingnya pendekatan berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya alam, khususnya di sektor pertambangan.
Pandangan ini disampaikan sebagai tanggapan atas pertanyaan Cagub nomor urut 1, Acep Adang Ruhiat, yang mempertanyakan rendahnya kontribusi sektor pertambangan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jawa Barat dibandingkan sektor pertanian.
- Khawatirkan Konflik di Manislor Terulang, Gamas: JAI Jangan Membangkang
- LSM Frontal Klarifikasi dan Mohon Maaf kepada Bupati Kuningan Terpilih Dian Rachmat Yanuar
- Satpol PP “Pawang ODGJ” di Kuningan, Yoyon Suryono, Raih Juara 1 ASN Berprestasi Jawa Barat 2024
- Memahami Peran KPU Kuningan dalam Partisipasi Pilkada
- Semakin Viral, Ayunan Raksasa di Kaki Gunung Ciremai Hanya ada di Destinasi Wisata Embun Sangga Langit
Debat Publik Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat ini digelar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat dan disiarkan langsung melalui kanal YouTube KPU Jawa Barat pada Sabtu (16/11/2024) malam.
Menjawab pertanyaan tersebut, Dedi Mulyadi menyoroti dampak jangka panjang dari eksploitasi tambang yang tidak terkendali, mulai dari kerusakan lingkungan hingga bencana alam.
Menurutnya, eksploitasi sumber daya alam tidak boleh menjadi prioritas utama untuk meningkatkan PAD.
“Rendahnya PAD dari sektor pertambangan disebabkan oleh manipulasi perhitungan pajak yang tidak akurat. Namun, fokus utama kita bukan hanya pada pendapatan, melainkan pada dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkan. Eksploitasi tambang berisiko memicu bencana alam jika ekosistemnya tidak dijaga dengan baik,” kata Dedi.
Ia menambahkan, orientasi pertambangan ke depan harus diarahkan pada hilirisasi, di mana produk tambang mentah diolah menjadi barang bernilai tambah.
“Produk tambang mentah, seperti batu, bisa dikelola menjadi kerajinan atau produk lainnya yang bernilai ekonomi tinggi dan memiliki daya saing,” ujarnya.
Pandangan Dedi ini mendapat respons positif dari Adang Ruhiat, yang sepakat akan pentingnya hilirisasi. Adang menekankan perlunya penyederhanaan proses perizinan melalui digitalisasi, sekaligus memperketat pengawasan terhadap tambang ilegal.
“Kami sepakat dengan hilirisasi yang disampaikan Pak Dedi. Namun, kami juga menekankan pentingnya penyederhanaan perizinan melalui digitalisasi untuk mempercepat prosesnya, serta memperkuat pengawasan tambang ilegal. Dengan begitu, hasil tambang dapat dimanfaatkan lebih maksimal tanpa merusak lingkungan,” ujar Adang.
Dedi juga mengingatkan bahwa pengelolaan tambang seharusnya tidak hanya berorientasi pada pendapatan daerah, tetapi juga memperhatikan kesejahteraan masyarakat di sekitar area tambang.
Ia mencontohkan penderitaan masyarakat Parung, Kabupaten Bogor, yang terdampak debu tambang dan kerusakan infrastruktur jalan akibat aktivitas tambang.
“Pendapatan dari tambang seharusnya dikembalikan untuk kesejahteraan wilayah tambang itu sendiri. Di Parung, masyarakat harus bergulat dengan debu dan jalan rusak, sementara pendapatannya justru ditarik ke provinsi,” tegasnya.
Selain itu, Dedi memperingatkan bahwa kegiatan pertambangan yang tidak terkendali dapat memicu bencana alam, seperti longsor, banjir, dan kerusakan ekosistem yang luas.
“Ekosistem lingkungan harus menjadi prioritas dalam pengelolaan tambang. Kita tidak bisa hanya berorientasi pada pendapatan sambil mengabaikan risiko bencana alam yang mengancam,” tambahnya. (Nars)