BANDUNG – Keluhan para pemilik hotel dan restoran yang tergabung dalam Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat terkait kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang melarang kegiatan studi tour, akhirnya mendapat tanggapan dari Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KDM).
Pada unggahan Instagramnya, pada Jumat (4/4/2025), Dedi Mulyadi menanggapi statement Ketua PHRI Jawa Barat, Dodi Ahmad Sofiandi, yang menyebutkan tingkat hunian hotel menurun, dan meminta larangan studi tour dicabut Gubernur Jawa Barat dengan tujuan hotel-hotel kembali terisi.
- BP Taskin RI Luncurkan Pilot Program Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Kuningan
- Agenda Kepala BP Taskin RI Budiman Sudjatmiko ke Kabupaten Kuningan, Trigger Turunkan Angka Kemiskinan?
- Wow! Anggaran Pengadaan Layar Interaktif DPRD Kuningan Capai Rp3,2 Miliar, Lebih Besar dari Mobil Dinas
- Diskanak Kuningan Imbau Peternak Waspada, Dugaan Serangan Macan Terhadap Ternak Masih Diselidiki
- Kabar Baik! Wanita Hamil 6 Bulan yang Hilang di Desa Linggajati Ditemukan
”Tingkat hunian hotel meningkat manakala ada orang yang memiliki kebutuhan untuk nginep di hotel. (Seperti) untuk liburan, pekerjaan, dan kepentingan lainnya yang tidak usah disebutkan, semua orang sudah ngerti,” papar KDM dalam video yang diunggah di akun Instagramnya dua hari lalu.
Ia melanjutkan, orang yang menginap di hotel ini memiliki kelebihan atau kecukupan uang. Sehingga kelebihan atau kecukupan uang itu membuat siklus ekonomi, melahirkan kepariwisataan diantaranya perhotelan menggeliat.
”Orang yang kelebihan atau kecukupan uang itu kebutuhan dasarnya sudah selesai, kebutuhan makan, minum, pendidikan, kesehatan dan sejenisnya,” ungkap KDM.
Pertanyaannya, imbuh KDM, ketika study tour dimaknai menginap di hotel, artinya, sudah diakui bukan studi tour tapi pariwisata atau piknik.
”Kemudian, anak-anak yang disuruh atau didorong nginep di hotel ini adalah anak-anak yang bagaimana? Apakah mereka orang kaya semua? Tidak,” tandasnya.
Dedi menyebutkan, banyak orang tua siswa yang terpaksa meminjam uang ke bank emok (bank keliling), menjual aset yang mereka miliki, meminjam uang ke tempat lain yang menimbulkan beban ekonomi bagi keluarga.
”Kemudian bagi kehidupannya, itu dipaksa oleh anaknya untuk berpiknik demi ikut study tour. Nah, satu sisi bisa terjadi lonjakan di dunia kepariwisataan, ada aspek ekonomi yang bergerak,” sebut KDM lagi.
Tetapi, lanjutnya, di sisi lain, ada kemiskinan baru yang tercipta, yaitu puluhan ribu atau ratusan ribu orang tua siswa yang menanggung beban utang akibat piknik anaknya yang bersimbolkan study tour.
”Sebagai Gubernur, Saya harus melihat hal yang lebih luas, yaitu Saya harus menyelamatkan dulu beban kehidupan rakyat. Agar mereka tidak berutang, dan mereka terpenuhi kebutuhan dasar pokoknya, seperti kebutuhan konsumsi, pendidikan, itu dulu yang Saya inginkan,” papar KDM.
Dedi menutup, kalau para orang tua siswa ini memiliki kemampuan ekonomi, anaknya tetap bisa piknik bersama orang tuanya.
”Kan enggak ada problem, sebenarnya,” tandasnya.
Sebelumnya, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat meminta Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk meninjau ulang kebijakan larangan studi tour bagi pelajar. Kebijakan ini dinilai berdampak signifikan terhadap sektor pariwisata, khususnya di Jawa Barat.
Ketua PHRI Jabar mengungkapkan, sejak wacana larangan studi tour ini bergulir, banyak kunjungan wisata ke sejumlah destinasi di Jawa Barat, dibatalkan. Akibatnya, omzet usaha wisata, terutama hotel, restoran, dan usaha kuliner, mengalami penurunan drastis.
”Sektor pariwisata sangat terpukul dengan adanya larangan studi tour ini. Banyak hotel dan restoran yang merasakan dampaknya secara langsung. Jika kebijakan ini terus berlangsung, akan semakin banyak pelaku usaha yang kesulitan bertahan,” ujar Ketua PHRI Kuningan, Hanyen Tenggono saat ditemui dalam rapat bersama DPD PHRI Jawa Barat, Jumat (7/3/2025) lalu.
Menurut data portal Jabar Prov, jumlah kunjungan wisatawan nusantara ke Jawa Barat pada Januari–Desember 2024 mencapai 167,40 juta perjalanan, meningkat 7,15 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Hanyen khawatir, tren positif ini bisa berbalik akibat kebijakan larangan studi tour.
”Kami tidak ingin Jawa Barat menjadi terisolasi dalam tanda kutip dibanding provinsi lain. Dengan kebijakan ini, banyak sekolah di luar Jabar yang akhirnya memilih destinasi wisata di provinsi lain untuk studi tour, sementara sektor wisata di Jabar justru terpuruk,” tegasnya. (Nars)