KUNINGAN – Resolusi Tahun Baru telah menjadi tradisi yang akrab bagi banyak orang di seluruh dunia. Setiap pergantian tahun, tradisi ini sering kali menjadi momen refleksi bagi individu untuk menetapkan tujuan, harapan, dan tekad baru yang akan dicapai dalam 12 bulan ke depan.
Namun, bagaimana sebenarnya asal-usul dan makna dari tradisi resolusi Tahun Baru ini?
Menurut pengertiannya, resolusi Tahun Baru adalah janji yang dibuat seseorang kepada dirinya sendiri untuk memperbaiki atau mengubah sesuatu dalam hidupnya, seperti mengadopsi kebiasaan sehat, mengelola keuangan, atau meningkatkan hubungan sosial.
- Polemik Open Bidding Sekda Kuningan, IPRC Ingatkan Potensi Dampaknya pada Masyarakat
- Akademisi Soroti Pentingnya Percepatan Penetapan Sekda Definitif di Kuningan
- DPRD Kuningan Sepakati Tuntutan Unjuk Rasa Ribuan Honorer Hari Ini
- Ribuan Honorer di Kuningan Akan Gelar Aksi Damai Siang Ini, Apa Tuntutan Mereka?
- BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Kuningan, Genangan Air dan Longsor Melanda Sejumlah Titik
Tradisi ini berakar pada kebutuhan manusia untuk menyusun rencana dan mengambil langkah maju dalam kehidupan mereka.
Sejarah Resolusi Tahun Baru dapat ditelusuri hingga ribuan tahun lalu, tepatnya pada masa peradaban Babilonia Kuno sekitar 4.000 tahun yang lalu. Bangsa Babilonia adalah yang pertama kali merayakan Tahun Baru, meskipun kalender mereka dimulai pada akhir Maret, bukan Januari.
Dalam perayaan yang disebut “Akitu,” mereka membuat janji kepada para dewa untuk mengembalikan barang pinjaman atau melunasi utang. Janji-janji ini diyakini akan membawa keberuntungan dalam tahun yang akan datang.
Tradisi ini kemudian diteruskan oleh bangsa Romawi Kuno. Pada tahun 46 SM, Kaisar Julius Caesar menetapkan 1 Januari sebagai awal tahun dalam kalender Julian.
Tanggal ini dipilih untuk menghormati Janus, dewa permulaan dan akhir, yang digambarkan memiliki dua wajah – satu menghadap ke masa lalu dan satu lagi ke masa depan.
Bangsa Romawi memberikan persembahan kepada Janus dan membuat resolusi untuk memperbaiki kehidupan mereka.
Dalam konteks modern, resolusi Tahun Baru mulai populer di dunia Barat pada abad ke-18. Gereja Kristen mengambil tradisi ini sebagai momen untuk refleksi spiritual dan komitmen kepada Tuhan.
Namun, seiring berjalannya waktu, resolusi Tahun Baru menjadi lebih sekuler dan fokus pada tujuan pribadi. Hingga saat ini, resolusi Tahun Baru tetap menjadi tradisi yang hidup.
Survei menunjukkan bahwa banyak orang menetapkan resolusi yang berkaitan dengan kesehatan, seperti menurunkan berat badan atau berolahraga lebih sering, serta peningkatan karier atau keuangan.
Meski demikian, penelitian juga menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil dari resolusi yang benar-benar berhasil dicapai hingga akhir tahun. Kegagalan dalam memenuhi resolusi sering kali disebabkan oleh kurangnya perencanaan konkret, tujuan yang terlalu besar, atau hilangnya motivasi di tengah jalan.
Para ahli menyarankan untuk menetapkan resolusi yang realistis, spesifik, dan terukur, serta menciptakan sistem dukungan untuk menjaga semangat tetap tinggi. (Nars)